LEGALITAS “PACARAN”



Oleh: Moch. E. Burhanudin

Bila kita mendengar kata pacaran, sudah pasti hal yang tergambar dalam benak kita adalah keindahan namun bertolak belakang dengan norma-norma agama, terutama agama Islam itu sendiri. Pacaran seolah menjadi trend bagi kaum muda pada jaman sekarang, seolah menjadi orang yang terpinggirkan jika ada orang yang tidak mempunyai pacar atau pasangan. Paradigma ini yang menjadikan remaja seolah menghukumi wajib dan seolah malu jikalau tidak mempunyai pasangan (pacar), ini tak lepas dari peran budaya barat yang masuk seiring globalisasi yang kian melesat dan tak bisa kita bendung. Lalu bagaimana kita menghentikan budaya barat yang merajalela ditengah kaum remaja? Jika menghentikan secara keseluruhan, bisa kita katakan mustahil. Lalu bagaimana? Takkan mampu kita menghentikan arus globalisasi yang kian melesat seiring berjalannya waktu. Langkah preventiflah yang harus kita lakukan, dengan memberikan edukasi pada anak-anak dan remaja dan juga pada orang tua yang lain, agar cerdas untuk memfilter budaya asing yang masuk dalam kehidupan kita. Peran orang tua dan guru sangatlah penting untuk membangun mental dan karakter anak sejak dini, agar tak mudah terpengaruh oleh budaya luar, terutama budaya barat yang melewati koridor ketentuan norma agama Islam.
Banyaknya kasus asusila terhadap perempuan dan anak-anak, menjadi tolak ukur bagi kita agar waspada dalam memfilter budaya asing. Di era yang begitu mudah dengan segala fasilitas yang begitu memanjakan hidup kita adalah tantangan bagaimana budaya timur mempertahankan kultur ketimurannya dan filterisasi terhadap budaya barat. Budaya Barat memang tak seluruhnya negative, namun hal-hal yang negatiflah yang cepat menjadi trend dan ditiru oleh anak-anak sampai remaja. Kenapa bukan sikap on time dan disiplin yang ditiru? Kenapa rambut pirang, gaya mowhawk, celana ketat, hotpants dan lain sebagainya. Ironis memang, namun ini adala bukti dekadensi moral yang harus kita restorasi mulai dari diri kita sendiri.
Budaya barat memang melegalkan istilah pacaran, bahkan ada satu cerita dari sahabat saya yang tinggal di California, USA. Dia mengatakan bahwa ketika ada laki-laki datang kerumah perempuan lalu menemui ibunya untuk meminta ijin membawa anaknya, lantas apa yang dikatakan oleh ibunya? Yah silahkan, asal jangan lupa pakai kondom Hal seperti ini adalah kultur Negara-negara Barat yang mengimplementasikan Liberalism bagi warganya, lalu apa bedanya dengan Negara kita yang selalu membiarkan anaknya keluar di malam hari bersama teman laki-lakinya, seolah-olah kita memberikan ikan pada kucing, dan tidak mungkin kucing itu menolak untuk memakannya.
Indonesia adalah Negara dengan lebih dari 80% penduduknya yang memeluk agama Islam, Negara yang memiliki warga muslim terbanyak didunia, Indonesia  adalah Negara yang terkenal dengan kesantunan dan kesopanan para warganya, Negara yang mengedepankan moralitas keagamaan dan menjaga keorisinilan adat istiadat setempat. Jangan sampai tercoreng oleh prilaku-prilaku distorsi religi dan juga anomaly dari tradisi, yang telah menjadi identitas bangsa timur. Sikap apatis bahkan anomie harus dihilangkan dari jatidiri bangsa kita, jangan sampai agitasi barat mengintervensi kultur suci dari tradisi yang selalu kita jalani.
Pacaran, satu kata yang mungkin tabu bagi orang tua tapi menjadi trend menarik bagi kaula muda, berlandaskan cinta yang harus dipadu berdua, meskipun ikatan resmi tak pernah tertera. Trend yang seolah menjadi titik magnet bagi besi-besi yang menyendiri, dalam norma Islam tak pernah melarang adanya cinta, justru Islam menganjurkan penganutnya untuk saling menebar cinta. Cinta adalah nikmat dan anugerah terbesar manusia, yang Haram (dilarang) dalam Islam adalah mempermainkan cinta, merendahkan cinta dan mengabaikan cinta. Dalam istilah sunda  Bogoh tehh nikmat, anu haram mah bobogohan, “Cinta itu nikmat, yang haram adalah mempermainkan cinta (pacaran)”. Karena dalam islam tidak pernah mengenal kata pacaran, kalau misalkan ada laki-laki yang suka dengan seorang perempuan, silahkan ta’aruf (perkenalan) secara resmi, lalu khitbah (lamar) dan silahkan menikah, setelah menikah silahkan berpacaran, karena pacaran pasca pernikahan lebih indah dari pacaran pra pernikahan, apapun yang mau anda lakukan berdua halal asal tidak merugikan satu sama lain.
Dalam Nash Al-Qur’an dijelaskan bahwa harta, tahta, wanita, anak adalah fitnah dan juga godaan yang bisa menjerumuskan kita, yang terpenting bagaimana self regulatory body dan memanage semaksimal mungkin potensi diri, bila kita mampu mengaturnya dengan baik maka akan mendatangkan kebaikan pula bagi diri kita, begitupun sebaliknya. Memilih pasangan yang baik adalah salah satu tugas kita yang telah termaktub dalam Maqoshid Syari’ah. Islam sedetail mungkin mengatur kehidupan penganutnya agar sesuai dengan koridor syariah, hifdzu nasabi adalah salah satu point yang diatur sedemikian rupa agar umat islam menjaga keturunannya dengan cara memilih pasangan hidup yang baik. Pasangan hidup yang dipilih oleh seseorang adalah cerminan dari orang tersebut, sebagai wadah untuk menampng benih-benih yang akan melanjutkan generasi umat Islam kedepannya. Manusia yang baik terlahir dari orang tua yang baik pula.
Aksentuasi dari paragraph-paragraf yang termaktub diatas yaitu sebagai peringatan dan anjuran wajib bagi umat Islam agar berhati-hati dalam menentukan dan memilih pasangan hidup, jangan pernah mempermainkan cinta apalagi berujung asusila, pasangan hidup seyogyanya adalah pendamping untuk menyempurnakan agama, pendamping hidup adalah teman untuk menggapai keridhoan Allah SWT.








Penulis adalah mahasiswa Muamalah (Ekonomi Syariah) konsentrasi Hukum Bisnis Syariah angkatan 2013 di UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Aktif di Keluarga Mahasiswa Banten (KMB) Bandung, Perguruan Silat Pusaka Saputra Paku Banten (PSPB), dan PMII Kota Bandung.     

Komentar