INDONESIA SEBAGAI TITIK SENTRAL EKONOMI
ISLAM
Oleh: Moch. E. Burhanudin
“Sesungguhnya Allah tidak merubah
nasib suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri” (Qs. Ar Ra’d: 11, lihat juga Qs. An Anfaal: 51)
Petikan
ayat Al-qur’an diatas menjadi inspirasi bagi penulis untuk merangkai sebuah
artikel tentang “Indonesia Sebagai Titik Sentral Ekonomi Islam” dengan melihat
fakta bahwa Negara ini sangat potensial untuk menjadi titik pusat perekonomian
dunia yang bernafaskan Islam. Dengan jumlah penduduk Indonsia yang mencapai
252.370.792 jiwa (pada tahun 2015), dan 88,1 persen atau sekitar 205 juta jiwa
adalah penganut agama Islam. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai Negara dengan
jumlah penduduk Muslim terbanyak I dunia setelah Negara Pakistan. Dengan
kelebihan ini menjadi peluang besar bagi bangsa Indonesia untuk menunjukan
jatidirinya sebagai Negara besar yang potensial dan siap berkompetisi dengan
Negara lain dalam hal perekonomian, dengan adanya Masyarakat Ekonomi Asean
(MEA), mau tidak mau Indonesia harus berkompetisi dengan Negara Asia yang lain,
sumber daya alam yang melimpah harus dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh
bangsa ini agar mampu memberikan kontribusi dalam kemajuan ekonomi serta
kemakmuran rakyatnya yang merata, dan untuk mewujudkannya perlu sumber daya
manusia yang unggul yang lahir dari pribumi itu sendiri agar rakyat Indonesia
tidak menjadi budak ditanah kelahirannya sendiri. Indonesia dengan predikat
warga muslim terbanyak didunia harus dimanfaatkan semaksimal mungkin agar
tatanan ekonomi negeri ini sesuai dengan apa yang ditentukan oleh koridor ekonomi
yang berlandaskan Islam.
Entitas
penduduk muslim di Indonesia belum mampu teroptimalkan oleh sistem ekonomi yang
cenderung berkiblat pada kapitalisme, sehingga menjadikan tatananan ekonomi di
negeri ini seakan carut-marut, dengan hanya mengedepankan kepentingan tuan yang
bermodal dan hanya menjadikan pribumi sebagai budak di negei sendiri, dengan
kuantitas masyarakat indonesia yang mayoritas penduduknya muslim seharusnya
pemegang tampuk kekuasaan sadar bahwa yang mampu menjadi solusi bagi sistem
ekonomi negeri ini adalah ekonomi yang berdasarkan Islam, yang tidak memandang
mana tuan dan mana budak, ekonomi Islam selaras dengan cita-cita bangsa ini
yaitu untuk mensejahterakan rakyatnya tanpa memandang latar belakang apapun
baik itu suku, ras bahkan agama, namun tertuju kepada satu titik tujuan
semata-mata untuk kesejahteraan bersama dan kemajuan perekonomian bangsanya.
Kuantitas penduduk muslim di negeri ini tak selaras dengan kualitas dalam hal
perekonomian yang berlandaskan islam, penduduk negeri ini seolah terbius oleh
kapitalisme yang seakan telah menjadi akar perekonomian yang mereka percaya
mampu memenuhi pareto optimum dan dianggap sebagai sistem paling tepat
untuk kemajuan perekonomian bangsa ini.
Ekonomi
Islam seyogyanya menjadi solusi kongkit dari setiap permasalahan ekonomi di
Indonesia pada saaat ini, bukan hanya menjadi opsi yang dipilih ketika keadaan
ekonomi bangsa ini terpuruk karena berkiblat pada Neolib yang tidak lagi
menjadi prinsip pemandu, namun telah bermetamorfosis menjadi gugus kebijakan
yang terintegrasi penuh serta dipromosikan dalam tingkat dunia, diterapkan di
domestik, dan juga diterapkan pada lingkaran hegemoni hampir diseluruh
pemerintahan Negara maju. Ekonomi
kapitalis yang digagas oleh neolib nampaknya menjadi primadona bagi system
ekonomi Indonesia demi mencapai ambisinya yaitu menjadi Negara maju.
Kapitalisme dianggap mampu meningkatkan taraf hidup jutaan orang dengan
berbagai kebijakan dan system yang ditawarkannya yang dianggap sebagai solusi
dalam meningkatkan perekonomian suatu Negara, sehingga bangsa ini seakan lupa
akan potensi besar yang dimilikinya atau bahkan meninggalkan cita-cita untuk
mensejahterakan rakyatnya.
“Agenda pembangunan adalah mengubah kehidupan masyarakat, bukan hanya
mengubah perekonomian” (J.E. Stiglitzs, 2006). Masyarakat adalah tujuan
utama dalam agenda pembangunan bukan mereka yang memiliki modal besar yang
lantas mampu membeli tenaga dan keringat rakyat kecil demi meraup keuntungan
yang sebesar-besarnya, tentu ini bertolak belakang dengan apa yang ditetapkan dalam
ekonomi Islam, bangsa ini harusnya berkaca pada Pakistan sebagai Negara yang
mempunyai penduduk muslim terbanyak kedua di dunia setelah Indonesia yang mampu
mendirikan Industri rumahan yang 70% tenaga kerjanya adalah kaum perempuan,
dikembangkan menjadi salah satu kebijakan nasional untuk menaggulangi
pengangguran dan kemiskinan rumah tangga.
Sudah saatnya negeri
ini bangkit dari keterpurukan dan belenggu kapitalis, sosialis, neolib dan lain
sebagainya, Indonesia harusnya melangkah dengan percaya diri dalam tuntunan
ekonomi Islam yang telah mengalami kemajuan implementasi syariat Islam secara
incremental, dalam dimensi institusional, sektoral maupun regional. Visi dari
paradigma baik dari ekonomi konvensional maupun ekonomi sosialis sekalipun
dengan analisis dan tools yang
didasari oleh asumsi-asumsi yang dibangun dalam memaksimalkan sumberdaya
terbatas adalah terwujudnya kesejahteraan melalui distribusi pendapatan yang
merata. Lain halnya dengan visi yang didefinisikan dalam ekonomi Islam, positioning ekonomi Islam dalam
mendefinisikan visinya tidak hanya berupa pencapaian kesejahteraan yang optimum
sebagaimana definisi system ekonomi yang ada saat ini, yang hanya
menitikberatkan pada paradigma materialisme. Dalam ekonomi islam tidak
hanya tingkat kesejahteraan hidup yang
optimum, tapi juga pemenuhan kebutuhan yang besifat integrative, tidak hanya
menitikberatkan pada materi ,namun juga kebutuhan secara spiritualitas.
Perekonomian Indonesia bisa maju
tanpa system kapitalis maupun neolib, karena ekonomi Islam mampu menjadi
pijakan bagi bangsa ini untuk mencapai kejayaan bangsa Indonesia dan kemakmuran
rakyatnya, sudah waktunya negeri ini sadar akan potensi besar yang dimilikinya
dan seluruh element didalamnya turut berpartisipasi untuk mewujudkan Indonesia
sebagai titik sentral ekonomi Islam. Indonesia adalah investasi bagi kemajuan peradaban ekonomi islam bahkan bisa menjadi kiblat dunia
perekonomian yang berbasis Islam, tinggal bagaimana negeri ini mengelola sumber
daya insani yang unggul dan kompetitif yang mampu memberikan kontribusi serta
perubahan besar bagi kemajuan ekonomi Islam di dunia. Semoga Indonesia
bisa menjadi titik sentral ekonomi Islam dan menjadi kiblat ekonomi Islam
dunia. Amin ya robbal alamin.
Penulis adalah mahasiswa Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah) konsentrasi Hukum Bisnis Syariah fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung, aktif di Organisasi Primordial Keluarga Mahasiswa Banten Bandung, Organisasi Intra Kampus Perguruan Silat Pusaka Saputera Paku Banten (UKM PSPB UIN Bandung) dan aktif di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesoa Rayon Syariah dan Hukum Komisariat UIN Sunan Gunung Djati Bandung Cabang Kota Bandung.
Komentar
Posting Komentar