DITAMPAR KERASNYA HIDUP

DITAMPAR KERASNYA HIDUP

M. E. Burhanudin, S.H.

Pada suatu hari yang terik, matahari begitu menyengat seakan menyentuh ujung rambut, berjalan seorang laki-laki dengan pakaian rapih, dengan tas lusuh berisikan amplop cokelat lamaran pekerjaan. Beberapa hari setelah momen ceremonial wisuda, adalah hari yang begitu berat bagi para mantan mahasiswa, bagaimana tidak, beban berat sudah menanti didepan mata, ketika orang tua sudah tak sanggup lagi mengirimkan jatah bulanan untuk anak tercintanya, maka celebrasi setelah momen wisuda hilang begitu saja, saatnya berhadapan dengan kerasnya dunia nyata, welcome to the jungle seperti judul salah satu band dari Barat yang terkenal mungkin sangat cocok untuk tagline hidup saat ini.
Dijalan yang begitu padat dengan kendaraan, menyusuri gedung-gedung yang menjulang tapi tidak begitu tinggi, perlahan-lahan memasuki satu persatu area gedung, dengan sedikit tersipu malu bertanya pada penjaga gedung tersebut, sekedar menanyakan apakah dibuka lowongan pekerjaan diperusahaan yang dijaga, rasanya malu tak usah menjadi penghalang hidup, masih ada beban hidup lain yang tak sebanding dengan rasa malu untuk hanya sekedar bertanya.
Gedung demi gedung dilewati, kadang bertanya kadang tidak, entah sudah berapa puluh surat lamaran dia kirim kesetiap perusahaan, entah berapa ratus email yang dikirim pada HRD, entah berapa kali mengisi e-recruitment pada website perusahaan, memang belum ada  hasil, mungkin ada sedikit perusahaan yang memanggil untuk sekedar psikotes atau interview, namun hasil masih nihil, entah kompetensi dia yang kurang ataukah perusahaan masih mengimplementasikan sistem nepotisme, sehingga enggan untuk mengangkat karyawan dari kampus yang bukan almamaternya, ahh sudahlah, dia tak bersuudzon pada orang lain, yang ada hanyalah rasa pesimis kalo hanya berfikir seperti itu.
Tak terasa sudah hari kini menjelang sore, suara perut pun terdengar seolah ada gerombolan cacing yang sedang demo menuntut hak mereka untuk ditunaikan semua haknya, berjalan dari pagi tanpa makan karena sadar kekuatan kantong tak cukup kalo meyempatkan diri untuk sarapan, akhrnya dia menyempatkan diri untuk sekedar mengisi kekosongan perut diwarteg sederhana, menu yang dipesan pun jauh dari kata mewah, cukup tahu disiram dengan kuah sambel dan juga kerupuk, dengan lahapnya dia menyantap makanan, seakan tenang terasa perut bisa diisi dengan nasi dan temannya yang sederhana.
Saat makan  belum usai diwarteg yang begitu sederhana, terdengar rintik hujan menyiram atap warteg yang terbuat dari asbes, saat hujan mulai bertambah besar tiba-tiba datang seorang wanita dengan pakaian agak basah dan lusuhnya, sambil menggendong anak kecil berusia kurang lebih lima tahun, dengan tersipu malu ibu tersebut meminta ijin untuk berteduh didepan warung tersebut, sontak si pemilik warteg mengizinkan untuk singgah pada siibu dan anaknya yang basah dan lusuh. Dengan berdiri didepan warteg menunggu hujan reda, namun bertambah besar, tiba-tiba terdengar suara anak kecil mak! Aku lapar, bisa engga kita makan disini? Sambil mengelus kepala sang anak, ibu ini pun menjawab “nanti aja yah nak makannya, ibu ga punya uang buat beli makan”. Mendengar percakapan tersebut si pemilik warteg merasa iba dan kasihan lantas langsung membuatkan makan untuk anak kecil yang malang itu,  bu ini makan buat si adek, kalo ibu mau nanti saya buatkan, tidak apa-apa kok bu, ini geratis, yahh itung-itung saya sedekah. Dengan sangat bahagia si ibu menyuapi si anak kecil yang dari tadi merengek minta makan. Mendengar percakapan tersebut, si mantan mahasiswa yang sibuk mencari pekerjaan menghentikan lahapnya makan, sedikit termenung dan sedikit menetaskan air mata, melihat kenyataan ternyata masih ada orang yang lebih kurang beruntung dari dirinya, membuat dia berfikir bahwa apa yang dia miliki harus lah selalu disyukuri.
Hujan pun reda, si Ibu dan anaknya telah pergi meninggalkan warteg, dengan ucapan berjuta terima kasih pada sang pemilik warteg. Si mantan mahahsiswa pun berbegas untuk segera meninggalkan tempat duduknya, bersiap kembali ke kontrakan untuk berfikir kembali bagaimana esok agar mendapat pekerjaan. Sebelum pulang tak lupa untuk membayar makanan yang tadi ia makan,  semuanya jadi berapa?, tanya si mantan mahasiswa, delapan ribu mas jawab yang punya warung, ketika membuka dompet nampak uang selembar 50 ribu terselip didompetnya, lalu dibayarkan untuk makan, mas ini kembaliannnya! Kata pemilik warteg, tidak usah dikembalian, anggap saja ini sedekah, karena ibu tadi ngasi sedekah juga ke ibu dan anak yang lagi lapar, jawab mahasiswa pada pemilik warteg. Dia berfikir bahwa setiap langkah dalam kehidupan yang dijalani ada doa setiap manusia yang kita bantu, manusia tidak akan sanggup hidup sendiri, kita semua saling membutuhkan, tidak usah sombong dengan segala kekayaan, tak usah pula berkecil  hati dengan segala kekurangan, syukuri apa yang kita dapatkan karena Tuhan tidak pernah tidur untuk menebar rezeki pada hambanya.

SALAM SUKSES UNTUK SEMUA      
JANGAN PERNAH LELAH MENEBAR KEBAIKAN

Komentar